Menantu Dewa Obat

Chapter 20



Chapter 20

Bab 20 Reva akhirnya pulang sendiri dengan taksi. Axel dan Alina duduk di ruang tamu. Sepertinya mereka menunggu Reva kembali. Me nen “Kau masih tahu waktu pulang? Kau tak lihat sudah jam berapa sekarang? Apakah kau masih menganggap ini rumahmu!” tegur Alina. Reva tidak berdaya, kau sendiri yang mengusirku dari mobil lalu sekarang kau malah mengeluh aku pulang terlambat? “Tidak mudah untuk mencari taksi di dekat Hotel Times. Aku hanya mendapat taksi setelah berjalan dua mil…” Reva mencoba menjelaskan. Alina langsun menyela ucapan Reva: “Tak perlu kau jelaskan, tidak mampu yah tidak mampu. Jika kau mampu membeli mobil, apakah kau masih perlu mencari taksi?” Nara tak tahan untuk menyeletuk: “Ma, mobil itu diberikan kepadanya oleh Austin kepadanya. Kau merebutnya …” “Diam kau!” Alina berkata dengan marah, “Kau tidak dengar kata – kaiaku dengan jelas yah? Mobil itu milik keluarga kita, apa hubungannya dengan dia? Tanpa obat dari keluarga kita, apakah Austin dapat mengenal dia?” Nara berkata dengan cemas, “Kau … kau benar – benar tak masuk akal!” “Mengapa mengatakan aku tak masuk akal? Apa yang kukatakan itu semua kan memang kenyataan?” Alina mengutuk dengan marah lalu Alina berlari ke kamar dengan marah. Alina dengan marah memarahi Reva: “Lihatlah, kau selalu saja membuat Nara marah, dapatkah kau membuat rumah ini tenang, sehari saja!” Reva benar-benar terdiam. Nara sudah jelas marah karena mengapa jadi menyalahkanku? mi

“Sudahlah, aku juga tak bisa berharap pada orang sepertimu!” Alina berkata dengan marah, “Pergilah, lepaskan pakaianmu, Hiro nanti akan datang untuk mengambilnya.” “Hah?” Reva terkejut, bukankah sebelumnya dia mengatakan akan menjualnya? Kenapa jadi Hiro yang akan mengambilnya? Alina: “Hah apa Hah? Hiro itu sedang berbisnis jadi wajar baginya untuk mengenakan pakaian bagus seperti ini. Kau yang hanya sebagai pekerja pembersih toilet apakah cocok mengenakan setelan seperti itu? “Selain itu kau tahu berapa banyak yang telah diberikan Hiro kepada keluarga ini setiap tahun? Sedangkan kau selain hanya bisa makan di rumah, apa yang telah kau berikan untuk keluarga ini?”

“Ma, kau terlalu pilih kasih!” Nara lak tahan untuk keluar dan memprotes: “Setelan ini diberikan oleh Austin untuk Reva…” Alina: “Aku katakan sekali lagi yah, semua ini diberikan oleh Austin kepada keluarga Shu dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Reva. Bagaimana aku mengaturnya itu urusanku, kau tak berhak mengaturku!” “Tetapi….” Nara masih ingin berbicara tetapi dihentikan oleh Reva. “Tidak apa-apa, itu hanya pakaian saja.” Reva dengan tenang berjalan ke kamar lalu mengganti pakaiannya dan mengeluarkan setelan jasnya itu. “Bungkus pakaianmu itu!” Alina berkata dengan jijik, “Bisakah kau gunakan otakmu sedikit saat melakukan sesuatu? Memangnya nanti kau berikan begitu saja kepada adik iparmu? Dapatkah kau menunjukkan rasa hormatmu terhadap saudara iparmu?” Nara semakin kesal: “Mereka semua sama – sama menantumu, mengapa Reva harus menghormatinya?!” “Huhh, menantu yang mandiri dengan menantu tak berguna apakah bisa sama?” Alina tampak menghina: “Orang yang hidupnya selalu bergantung kepada istrinya dibanding dengan orang

yang selalu mengurus keluarga kita, apakah bisa sama? Coba kau pikirkan?” Tidak lama kemudian Hiro datang dengan dua bungkus hadiah ditangannya dan menunjukkan wajah yang gembira. Alina segera tersenyum dan menyapanya seolah – olah Hiro adalah putranya sendiri. Hiro duduk dengan bangga dan wajah yang berseri – seri di ruang tamu. Dia mengobrol dengan Axel dan Alina tetapi diam-diam matanya menatap kamar Nara. Sangat jelas sekali dia ingin melihat Nara. Tetapi Nara tidak keluar dari kamar sama sekali dan itu membuat Hiro sangat kecewa. “Ma, setelan ini bagus juga, aku akan mencobanya!” Hiro dengan bersemangat lari ke kamarnya dan mengenakan setelan jas itu. “Sepertinya agak kebesaran yah?” Alina bertanya, bagaimanapun Hiro hanya setengah kepala lebih pendek dari Reva. “Tidak apa-apa, nanti aku pulang dan mengubahnya sedikit.” Hiro tidak rela untuk melepasnya sama sekali. Dia tahu merek pakaian itu, pakaian Armani. Satu setel pakaian itu bernilai ratusan ribu dolar. Lain kali jika dia memakai setelan ini saat pergi keluar pasti akan terlihat keren sekali. “Baiklah kalau begitu.” Alina mengangguk: “Reva, mengapa kau berdiam di sana dengan bodoh? Cari kantong dan pakailah pakaian adik iparmu!” “Tidak apa-apa, Ma, baju itu kuberikan kepada kakak ipar saja.” Sambil tertawa Hiro berkata, “Kakak ipar juga tidak punya baju yang bagus, aku sebagai adik ipar hanya membantu saja.” “Aihh Hiro, kau begitu murah hati.” Alina tersenyum dan berkata, “Reva, mengapa kau tidak mengucapkan terima kasih kepada adik iparmu?”. Reva tidak mengatakan sepatah kala pun. Perasaan, Hiro yang mengenakan pakaian baruku dan meninggalkan pakaian lamanya untukku. Untuk apa aku berterima kasih kepadanya? “Tak apa – apa, kita ini satu keluarga tak perlu sungkan!” Hiro mengibaskan tangannya: “Pa, Ma, aku pergi dulu. Besok malam aku akan mengajak kalian makan malam di luar!” “Baiklah, hati – hati dijalan!” Alina dan Axel mengantar Hiro hingga ke pintu dengan senyum di wajah mereka yang tidak pernah sirna. Reva kembali ke kamar dan melihat Nara yang sedang duduk di meja sambil merajuk.

“Reva, kau … bisakah kau jangan terlihat begitu pasrah? Mengapa kau memberikan semua barang- barangmu kepada orang lain?” “Tidak apa-apa!” ucap Reva sambil terkekeh: “Aku jarang menggunakan barang – barang itu. Lagipula barang – barang itu kan diberikan kepada orang tuamu bukan orang luar!” Nara berkata dengan marah, “Apa kau tak tahu bagaimana mereka memperlakukanmu?” “Aku tahu!” Reva memandang Nara dengan penuh cinta: “Tetapi, aku tidak peduli. Bagaimanapun juga mereka adalah orang tuamu. Mereka yang membesarkanmu dan menjadikanmu istriku. Dan itu merupakan kehormatan terbesarku. Dan sudah sewajarnya aku memperlakukan mereka dengan baik!” Wajah Nara merona merah: “Kau sangat pintar berbicara sekarang. Katakan dengan jujur, kapan kau belajar menggombal terhadap gadis-gadis seperti ini?” “Koq gombal? Apa yang aku katakan itu memang benar koq.” Reva meraih tangan Nara dan meletakkannya di dadanya: “Tidak bisakah kau merasakan hatiku?” “Bah, siapa yang merasakan hatimu!” ujar Nara tetapi tidak menarik kembali tangannya. Dia masih teringat dengan lamaran Reva malam ini. Bagaimanapun juga semua penghinaan dalam tiga tahun terakhir ini sepertinya mendadak sirna dan dia merasa hidupnya sangat berharga sekarang. “Baiklah, kau memberikan arlojimu, mobilmu kepada orang tuaku, aku juga tidak akan mengatakan apa-apa. Tetapi mengapa kau memberikan pakaianmu kepada Hiro?” Ujar Nara dengan marah. Reva: “Jangan khawatir. Hiro mengambil setelah itu juga belom tentu hal yang baik untuk dirinya.” “Maksudmu?” Nara bertanya dengan penasaran. Reva menunjukkan senyum misteriusnya: “Besok kau akan mengetahuinya.”. “Kau malah bermain rahasia – rahasiaan denganku!” Nara melengkungkan bibirnya dan tiba-tiba meregangkan badannya. Gayanya yang anggun itu membuat Reva menatapnya dengan kagum. “Ngantuk sekali, ayo tidur!” Nara menutupi separuh tubuhnya dengan selimut dan hanya menyisakan dua kakinya yang putih lembut itu di luar selimut. Jantung Reva berdetak kencang, tetapi pada akhirnya dia mematikan lampu dan berbaring di tempat

tidurnya sendiri. Melihat ini, Nara tak tahan untuk marah. Dia berbaring dengan marah dan tak lama kemudian dia berbisik dengan pelan, “Reva, kau tidur dimana? Sempit tidak?” Reva: “Tidak sempit, masih oke kog!” “Oke? Ya sudah kau tidur di sana saja selama sisa hidupmu!” ucap Nara. Reva tertegun sejenak dan tiba-tiba menampar wajahnya. Jawaban apa itu tadi? “Coba kau tanyakan sekali lagi?” Reva dengan hati-hati bertanya kembali. “Pergi!” Nara membalikkan badannya dan memperlihatkan bayangan punggungnya saja kepada Reva. Reva berbaring di ranjang dengan gelisah dan akhirnya tidak berani bergerak. Keesokan paginya, Hiro datang dengan mengenakan pakaian Armani itu. “Coba lihat, ini terlihat lebih pas setelah kuubah sedikit!” ujar Hiro sengaja berjalan ke depan Reva untuk memamerkannya. “Betul sekali Hiro, kau sekarang semakin seperti orang sukses saja!” Alina tersenyum: “Tidak seperti sebagian orang yang meskipun telah mengenakan setelan bagus juga masih saja terlihat begitu menyedihkan!” Nara memutar matanya ke arah Reva. Bukankah kau mengatakan dengan memakai setelan ini juga belum tentu hal yang baik? Sekarang orang ini malah datang kerumah untuk bernarsis ria! Tiba-tiba saja ada seorang pria yang mengenakan setelan jas datang dari luar.. “Halo, saya manajer Aldi dari toko Armani. Aku datang untuk mengambil pakaian dari toko kami. Mohon maaf, apakah pakaiannya sudah siap?”

Next ChapterCcontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.